Apa yang ada dalam benak kawan-kawan mendengar nama Sukabumi? Pelabuhan Ratu? Hm…sudah biasa kali ya. Selain moci sebagai icon oleh-oleh dari kota ini, Sukabumi juga menyimpan banyak sekali tempat wisata yang asri dan asik untuk dijelajahi. Namun, dari sekian banyak tempat wisata tersebut hanya sedikit yang bergaung ke luar, salah satunya Geopark Ciletuh.
Nah, karena itulah postingan saya kali ini akan membahas seputar salah satu tempat wisata yang lagi ngehitz (Baca: NGEHIIIITS ) di kalangan backpacker. Tempat tersebut tak lain dan tak bukan adalah Geopark Ciletuh.
Tapi, dikarenakan yang liburan saya kemarin adalah pasukan emak-emak gamiser, saya ga akan punya cerita serunya jalan kaki dan camping di sana, atau tinggal di rumah penduduk dengan kesehariannya. Maklum, dengan jatah libur tinggal 3 hari lagi, dan kerempongan keluarga besar yang sudah sibuk kesana kemari buat halal bihalal membuat saya mesti ambil tindakan ekstrim.
Mengangkut para emak-emak tersebut jalan, biar momen liburannya juga dapat. Dan ibu saya setuju banget dengan syarat, “Baju dulag pakai ya. Ga boleh Ga.”. Jadi begini, ibu saya semangat banget pas nama Ciletuh disebut. Padahal belum pernah kesana. Ya kali waktu bilang pakai baju dulag gamis tuh, bayangan ibu saya tempatnya datar, dekat dan rimbun kayak kebun raya bogor Hahaha….Tapi mumpung para tetua lagi mau diajakin jalan, saya ga pakai acara nolak syarat. ” Ok Ma, Lets Go!”
Persiapan ke Geopark Ciletuh
Katanya orang yang lahir dan besar di suatu tempat pasti sudah paham betul daerahnya. Tapi tidak dengan saya. Jujur, Sukabumi itu luaaaas banget. Tercatat sebagai kabupaten terluas kedua di Pulau Jawa setelah Banyuwangi. Dan selama puluhan tahun saya hidup dan kemudian merantau. Bisa dihitung jari tuh berapa banyak tempat yang saya kunjungi.
Jadi, sekalipun orang asli, saya bisa juga kesasar dan ga tahu medan, wkwkwkwk. Makanya saya mencoba untuk mencari akomodasi apa yang bisa didapat disana, kendaraannya, rute, dll. Nah, karena sebelumnya dapat cerita kalau mobil 4WD saja yang bisa masuk, saya pun mulai galau. Memang perjalanan yang diperkirakan google map sekitar 3,5 jam. Tapi itu kalau tidak macet.
Nah kalau macet bisa sampai 5 jam atau lebiih. Apalagi saat peak season lebaran kemarin, teman saya terjebak 8 jam pas pulang dari pelabuhan ratu. Nah yang terbayang dalam benak saya ya emak-emak yang ngikut nanti, yang saat saya lagi menjelajah di google, mereka lagi asik-asiknya persiapan berbagai bekal, mulai dari ikan asin, lalapan, nasi timbel sampai sambel terasi dan pete. Mulai goyah mau kesana. Sudahlah jalannya jauh juga takut mengecewakan para emak-emak yang bersenandung ria di dapur sambil buat nasi timbel.
Untungnya sepupu saya bilang, kalau mobil sejenis avanza bisa juga menjelajah ke Ciletuh. Tanpa ba bi bu, saya langsung calling nomor mobil sewaan dan dapat! Ratenya lumayan rada mahal sih karena lagi puncak liburan. Booking selama satu hari penuh.
Akhirnya tepat hari kamis pukul 05.00, saya, sepupu dan mamakers sudah siap di depan rumah. Tentu saja dengan bekal eksentrik yang sudah dipersiapkan tadi, o iya plus teko, gelas, pisau, dll. Untung saja cobek ga ikut dibawa hadeuuh….

Perjalanan
Perjalanan menuju Geopark Ciletuh membutuhkan waktu 5 jam dalam kondisi peak season. Kebetulan waktu kami berangkat kemarin, masanya orang sedang liburan tapi karena saya ambil waktu hari kamis perjalanan ke Geopark ga terlalu padat. Pokoknya setelah selesai shalat subuh kami langsung berderet depan rumah nunggu mobil sewaan kami datang. Yups, kami nyewa dari rental mobil untuk perjalanan satu hari. Rate biasa Rp. 700 ribu rupiah. Rate saat peak season itu sekitar Rp. 1,5 juta rupiah.
Ada beberapa alternatif rute untuk sampai ke Ciletuh, tapi bapak sopir kami bilang jalan tercepat adalah melalui Cibadak-Warung kondang-Ciomas-Ciletuh. Sepanjang jalan menuju Ciomas, kami disuguhi banyak pilihan homestay. Benar sekali, karena ternyata meski Ciletuh merupakan objek wisata yang mulai diakui UNESCO sebagai cagar geologi, tapi untuk urusan pemasaran masih kurang bergaung keluar. Makanya jangan heran kalau kalian masih ketemu sama poin wisata yang masih gratis dan dengan jalan yang minim sekali.
Homestay yang ditawarkan juga masih berkisar pada integrasi lokal seadanya antara rumah penduduk dan pihak terkait seperti dinas pariwisata. Tapi kalau untuk urusan parkir belum terintegrasi dengan dishub. Makanya jangan heran kalau masih ada yang namanya calo dan parkir liar di sekitar tempat wisata.
Ok. Balik ke perjalanan kami menuju Ciletuh, ternyata kami juga melewati beberapa persimpangan yang menawarkan tempat wisata. Setiap cabang persimpangan pasti ada pilihan mau ke mana. Ke kanan bisa ke curug ke kanan bisa ke pantai. Dan ga hanya satu dua sehingga tak jarang membuat galau. Akhirnya kami putuskan akan menuju ke curug yang paling dekat dengan Puncak Darma. Selain bisa ketemu curug, arah kami juga akan melewati pemandangan sawah, bukit dan pantai. Loh kok bisa? Iya…makanya ini disebut paket lengkap karena memang semua ada di sini. Landscape pemandangan alam bisa diakses semua dengan syarat pakai kendaraan. Karena antar titik wisata agak berjauhan, agak loh ya..ga pake banget ^^.



Jadi, sekitar pukul 11.00 kita baru sampai di Ciletuh. Nah karena Puncak Darma itu letaknya jauh, yang sepuh-sepuh tinggal sebentar di tempat parkir yang juga ada tempat istirahatnya sambil lihat pemandangan. Sedangkan saya sama sepupu ga pakai acara istirahat lagi langsung cus ke atas. Jalanan menanjak dengan kontur batu dan tanah.
Awalnya niat kami berdua akan jalan kaki sampai ke puncak, kabarnya banyak para hiker yang memfavoritkan perjalanan ke puncak darma. Tapiiiiiii….kami lupa kalau jalan sejauh 20 km dengan cuaca tengah hari tentu saja bukan opsi bagus. Baru seperempat jalan sudah ngos-ngosan. Akhirnya kami pun memutuskan untuk naik ojek yang memang mangkal di titik-titik tertentu, berjanji membawa kami sampai ke atas. Tentu saja dengan lobi harga yang alot. Soalnya sekali jalan Rp 25000. Katanya sih karena bawa kami ke atas tuh bukan pekerjaan mudah….hm..masa sih.
Seolah tahu isi kepala saya, tanpa menunggu waktu lama, perjalanan pakai ojek tadi pun terjawab. Sungguuuh menempa adrenalin saya!!!!! Sebetulnya saya juga suka pakai motor karena kurang lebih pekerjaan saya sehari-hari kadang menuntut saya ke lapangan yang notabene bukan jalan aspal. Tapi yang jalan ke puncak dharma ini, sudahlah yang boncengin agak ngebut, jalanannya juga bak jerawat merindu. Berbatu dan samping kirinya jurang. Ga berhenti-berhenti saya baca doa di atas motor. Sudahlah kostumnya gamis, harus saya angkat sampai ke betis. Mana pas lewatin para anak pendaki gunung di godain habis gara-gara pakai motor. Wadidaw deh pokoknya.
Nah….meski begitu, saya ga terlalu kecewa. Biarlah saya ga dapat cerita indahnya perjalanan (baca: lelah, sensasi mengejar sunset di pagi hari), yang penting kami sampai tanpa harus makan waktu berjam-jam. Tentu saja kami diburu waktu dan tugas ngajak emak-emak ke pantai belum tuntas. Dan semakin bersyukur saat sampai di Puncak. Pemandangannya MasyaAllah lah….

Kamu ga perlu berkata apa-apalagi cuma buat mempertanyakan kenapa Tuhan menyukai keindahan. Di Puncak Dharma semuanya terjawab , itu saja di siang hari, bagaimana kalau di pagi hari saat matahari mulai terbit.
Cukup lama kami berada di atas, dan baru inget kalau emak kami masih tinggal di tempat berteduh di parkiran. Tak berlama-lama kami pun turun kembali pakai ojek semula. Wadidaw yang tadi masih terasa sempat membuat saya turun dari motor dan jalan sebentar cuma buat mastiin kalau motornya bisa lewatin jembatan kecil di lereng turunan. Hadeuuh ternyata saya pejuang alam yang lemah. Maapkeuuun…daripada jatuh iya ga….

Dan ternyata bener juga, sesampainya di bawah, para ibu lagi nungguin kami, langsung nagih janji ke pantai hehehe…oke lah..kami pun lanjut ke pantai Palangpang.
Di sepanjang jalan pantai ini juga sering ketemu homestay loh.
Cukup lama kami berada di pantai..memanglah kalau bawa para sesepuh mah ga kayak bawa anak muda, yang langsung oke aja kalau mau lihat titik wisata. Toh dari awal niatnya memang mau ngajak refreshing keluarga kan ya. Yo wis akhirnya menghabiskan waktu sambil makan siang. Sebelum beranjak ke destinasi selanjutnya di Bukit Panenjoan. Oh iya disini ada tempat foto yang lucu juga. Tapi awas sekali foto maximalnya 4 orang ya, karena alasnya cuma dari bambu dan kayu dan berada di atas ketinggian yang buat bulu kuduk meremang.

Dari Bukit Panenjoan, kami istirahat sebentar di Mushola yang tidak jauh dari parkiran bukit Panenjoan. Yang rupanya di dekat situ ada juga tempat untuk tidur dan biasanya dipakai buat menginap. Gratis!!
Sekitar pukul 15.00 kami pun melanjutkan perjalanan menuju Jampang Kulon. Destinasi kami selanjutnya adalah Curug Cikaso. Pulangnya? Jangan tanya dulu ya…kalau lagi jalan suka khilaf hehehe….