Opini · Review

Mendefinisikan Cinta Ala Jane Austen

Source: wikipedia picture

Berbeda dari postingan sebelumnya, kali ini saya mau berbagi sedikit tentang penulis terkeren versi saya. Namanya Jane Austin. Ada yang tahu siapa dia?

Sejujurnya, referensi saya untuk penulis novel luar masih sangat terbatas. Saya sendiri tahu Jane Austen karena novelnya yang difilmkan, Pride and Prejudice. Bermula dari film, akhirnya saya mulai menjelajah karya Jane Austen lainnya. Dan WOW! Karyanya menurut saya sangatlah apik. Bahasanya lugas, mengangkat isu sosial namun sangat elegan, dan yang paling penting romantis sampai bikin tersipu-sipu namun ga lebay. Adonan pas dari sebuah novel.

Novel lainnya yang diangkat ke layar lebar adalah Northhanger Abbey. Namun jujur, saya masih lebih suka dengan Pride dan Prejudice. Selain lebih romantis, penggambaran zaman victorianya juga sangat tervisualisasikan lengkap dengan isu sosial Inggris zaman dulu ala Siti Nurbaya nya Indonesia. Saya juga baru ngeh loh, ternyata kalau dipikir-pikir orang barat juga mindsetnya bisa sama dengan orang timur yang menjaga sopan santun, menjunjung nama keluarga, dan menghargai prinsip sebuah pernikahan. Nah, ini yang mau saya bahas dalam ulasan. Bagaimana seorang Jane Austen mendefiniskan cinta lewat novel-novelnya.

Meskipun beberapa orang menganggap topik yang diangkat Jane Austen hanya masalah klise dengan bumbu roman yang cheesy, saya sih senang saja membacanya. Setidaknya tidak seaneh plot cerita sinetron beribu episode tanpa plot twist. Akar cerita Jane sangatlah sederhana. Dua orang yang bertemu dan jatuh cinta, as simple as that. Ya…tentu saja dengan berbagai kondisi. Lalu apa sih pesan yang saya tangkap dari Novel karya Jane Austin ?

1. Cinta itu membuat kita lebih baik

Seberapapun dalamnya cinta seseorang, kalau sudah ga rasional bukan lagi cinta namanya. Ada plot di tengah Novel Pride and Prejudice dimana Lizzy sangat marah dengan Darcy, padahal si Darcy, yang terkenal sombong dan dinginnya ga ketulungan, mau melamar. Tapi, si Lizzy marah banget karena merasa Darcy membuat hubungan kakaknya dengan laki-laki yang dicintainya itu putus. Saya suka karakter Lizzy disini. Dia sadar sekali dengan perasaannya pada Darcy, tapi dia menjunjung tinggi kehormatan keluarganya dan sangat perhatian dengan saudarinya. Dari persoalan ini, keduanya menjauh namun mereka rukun lagi tapi dengan tingkat emosional yang lebih matang.

2. Ga nikah karena harta, kalau dapat keduanya ya Alhamdulillah

Mau di Pride and Prejudice ataupun Northanger Abbey dan cerita lainnya rata-rata si pemeran utama yang cewek itu berasal dari keluarga menengah yang ditaksir sama keluaga bangsawan (klise banget ya…tapi suka ^^). Yang menarik adalah Jane mengemas keklisean ini menjadi bahan pendobrak isu sosial di zamannya dimana orang kaya sangat tabu menikah dengan orang yang ga setara. Sejak zaman dulu ternyata kejulidan itu sudah ada saudaraku semua :D. Banyak rasa curiga kalau yang dari bawah apalagi perempuan kalau nikah sama orang kaya dianggapnya pasti karena harta. Ini bener apa bener?

3. Kenyataan ga seindah cerita novel Siiiis

Tentu saja, kita bisa tersipu2 dan halu tingkat tinggi entah dengan tokoh di novel, artis, bias, atau apapun. Tapi ingat loh, dunia yang kita pijak adalah bumi yang didiami oleh beragam sifat manusia. Ada yang baik dan ada yang buruk. Tidak semua pria tampan itu berhati buruk (eh salah ya?). Pokoknya, akan selalu ada sifat baik dan buruk dalam hati manusia.

4. Orang yang kita tunggu juga sudah lama menunggu kita

Seperti Darcy dan Lizzy, keduanya punya perasaan tapi keduanya terlalu sungkan untuk mengakui duluan. Untung, si Darcy akhirnya mengungkapkan perasaannya duluan, yaa…walaupun ada penolakan berkali-kali dari Lizzy. Don’t hold your feeling, Say It!

5. Ga apa berbeda prinsip dengan sekitar, asal rasional dan benar.

Jadi, keluarga Lizzy itu keluarga besar dengan anak perempuan yang banyak. Otomatis emak dan bapak Lizzy itu ketar ketir takut anaknya ga bisa nikah. Akhirnya dijodohkanlah Lizzy dengan pendeta yang masih ada hubungan keluarga. But, Lizzy say NO! Dia bahkan bilang dia lebih baik sendiri daripada nikah cuma buat menyelamatkan status sosial saja. Disini ada adegan lizzy galau juga loh sis, but she always persisten with her prinsip.

6. Cinta itu tak harus sempurna, kadang juga tidak menentu

Karena manusia juga tidak sempurna, maka bentuk perasaannya pun pastilah berubah-ubah. Maka jangan heran jika perasaan cintamu sepuluh tahun lalu akan berubah dengan cintamu yang sekarang. Bisa jadi definisimu sekarang bukan lagi soal fisik tapi lebih ke perbuatan, keteguhan prinsip, dan dukungan.

Jadi, bagaimana menurutmu guys, setuju dengan pesan-pesan yang tersirat dari novelnya Jane Austin ga?

Comments