Masih ingat saat ada berita salah satu public figure yang memberikan pernyataan kontroversial tentang jin buang anak? Rupanya pernyataan itu mengakibatkan reaksi luar biasa dari perwakilan masyarakat adat. Reaksi ini juga mengakibatkan reaksi berantai lainnya karena pernyataan kontroversial lain juga muncul dalam sebuah rapat pejabat yang tidak sensitif terhadap masyarakat adat. Lambat laun kita yang tadinya ga ngeh dengan keberadaan masyarakat adat, jadi paham bahwa ada yang dinamakan masyarakat adat.
Tentu saja kita sebagai warga Indonesia tidak boleh lupa bahwa semodern apapun Indonesia saat ini, manusianya berasal dari beragam suku dan budaya. Terdapat lebih dari 300 suku dan 700 bahasa daerah di Indonesia. Dari banyak suku tersebut, masih terdapat suku yang menanamkan adat istiadatnya dalam keseharian terutama dalam kehidupan bermasyarakat. Meski begitu, suku asli bukanlah masyarakat adat.
Masalahnya saya saja masih belum paham apa dan bagaimana masyarakat adat ini terbentuk, lalu siapa mereka sampai-sampai dalam hal-hal tertentu eksistensinya patut diperhitungkan? Awalnya saya juga tidak tahu, tapi semenjak ikut diskusi bareng Bu Mina, Deputi IV Sekjen AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nasional) Urusan Sosial dan Budaya, banyak pelajaran yang saya petik.


Beda Suku Pribumi dan Masyarakat Adat?
Menurut WHO, suku pribumi didefinisikan sebagai masyarakat yang hidup di dalam dan melekat secara khusus dengan habitat atau geografis mereka diwariskan sebelum negara terbentuk dan wilayah saat ini ditentukan. Sedangkan Masyarakat adat tidak dapat didefinisikan secara umum karena sifatnya yang unik. Oleh karena itu, untuk mendefinisikan masyarakat adat, maka bisa melalui pendekatan definisi kerja. Terdapat karakteristik ketika suatu komunitas disebut dengan masyarakat adat:
1. Ada Wilayah Adat
Masyarakat adat dibentuk dalam keterikatan yang salah satunya adalah tempat yang mereka tinggali yang disebut dengan wilayah adat. Biasanya wilayah adat ini menjadi titik tumpu masyarakat adat dalam bertempat tinggal dan berinteraksi sehari-hari.
2. Ada Wilayah Hukum yang Berlaku dan Dihormati
Setiap masyarakat adat mempunyai konsensus dan aturan yang berlaku bagi warganya. Misal: Saat di Kampung Badui Dalam, dilarang untuk merekam atau menggunakan barang elektronik lainnya. Di hutan tertentu ada juga yang masyarakat adatnya tidak membolehkan untuk melakukan hal-hal tertentu yang dilarang. Aturan dan konsensus ini dihormati dan menjadi penyeimbang bagi keselarasan kehidupan masyarakat adat. Sifat hukuman juga bukan untuk menyalahkan tapi pada dasarnya untuk mengembalikan keseimbangan di tengah-tengah masyarakat.
3. Ada Perangkat Adat
Sama seperti halnya dalam satuan lingkungan setempat (SLS), dalam masyarakat adat juga terdapat ketua adat dan perangkat adat lainnya. Hal ini ditujukan sebagai fondasi bagi keberlangsungan masyarakat yang tertib dan terarah. Biasanya ketua adat dipilih secara mufakat dan menjadi sesepuh dalam masyarakat adat.
4. Ada Hubungan yang Kuat Antara Masyarakat Adat dan Alamnya
Alam adalah rumah bagi masyarakat adat. Hidup mereka yang berdampingan menjadikan hubungan antara masyarakat adat dan alam tidak bisa dipisahkan. Sehingga, di saat terjadi hal-hal yang dirasakan dapat merusak alam, maka masyarakat adat akan selalu menjadi garda terdepan dalam mempertahankan kelestariannya.
Jadi, saat ada yang bertanya siapa masyarakat adat sebenarnya? Tentu orang-orang yang memenuhi karakteristik tadi.
Pentingnya Eksistensi Masyarakat Adat
Tentunya kita tidak bisa mengesampingkan arti kehadiran dari masyarakat adat. Masyakat adat mempunyai peran penting dalam pembangunan Indonesia khususnya keberlangsungan ekosistem.
>> Masyarakat adat mempunyai kekayaan produk dan ketrampilan yang bisa diturunkan dari generasi ke generasi
Pernah ga teman-teman berkunjung ke Kampung Sade di Lombok Tengah? Pemandangan saat para gadis dan Ibu yang menenun kain secara tradisional dalam kesehariannya pasti sangat menarik dipandang mata. Keahlian menenun ini pastinya tidak diajarkan di sekolah formal tapi diturunkan dari generasi ke generasi. Dari keahlian mereka terlahirlah produk yang sifatnya komersil dan bisa membantu ekonomi masyarakat. Indonesia bangga dengan produk lokal ini, kain tenun, songket, tas jerami, dan masih banyak lagi produk lokal yang potensial menjadi produk ekspor.
>> Masyarakat adat menjadi garis depan saat terjadi kerusakan lingkungan akibat pembangunan
Jika tanah masyarakat adat yang digunakan dalam pemenuhan sehari-hari diambil, hutan tempat mencari makan dirusak, airnya dicemari, kemana lagi masyarakat adat ini menjalani kehiduoannya. Makanya, masyarakat adat selalu menjadi yang terdepan sebagai pelindung alam saat terjadi pelanggaran kelestarian alam dan juga perusakaan lingkungan.
Meskipun tak banyak terdengar di media, namun masalah lingkungan, perampasan lahan karena mau dialihfungsikan, sangat nyata terjadi di lapangan dan masyarakat adatlah yang maju pertama kali dalam melakukan protes. Bayangkan jika hutan tropis Indonesia yang selama ini #IndonesiaBikinBangga malah lambat laun gundul dan tak ada seorangpun yang komplain? Jangan sampai tinggal legenda saja Indonesia mempunyai hutan dengan biodiversitas terkaya di dunia. Makanya kenapa saat ada pernyataan dan perlakuan yang dirasakan tidak menghargai lingkungan mereka, masyarakat adat pasti tidak akan tinggal diam.
>> Masyarakat adat menjaga identitas bangsa
Indonesia terkenal dengan keberagamannya yang menjadi identitas bangsa. Saat ada turis luar datang ke Indonesia, yang dicari bukanlah mall atau teknologi tinggi, melainkan tempat-tempat eksotis dengan masyarakatnya yang masih kental dengan budaya. Makanya kenapa Bali lebih terkenal dibandingkan Indonesia itu sendiri, karena Bali sangat mudah dikenali karena keseharian penduduknya yang sangat lekat dengan adat dan praktik agamanya. Jika masyarakat adat ini tergerus oleh modernisasi dan hilang karena tidak ada lagi generasi mudanya yang peduli, maka identitas apa yang bisa ditonjolkan bangsa ini?
Masyarakat Adat dan Upaya Pelestarian Alam
Sebagai garda depan, masyarakat adat selalu siap dalam melakukan upaya pelesatrian alam dan melindungi lingkungan dari kerusakan dan perusakan. Berdasarkan berita yang diliput Tribun, baru-baru ini Masyarakat Hukum Adat (MHA) Mului, Desa Swang Slutung, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser Provinsi, Kalimantan Timur berhasil meraih kalpataru sebagai upaya mereka dalam menjaga Hutan Lindung Gunung Lumut.
Akses ke Kampung Mului, harus melewati sekitar 30 kilometer ruas jalan berbatuan dari Kantor Kecamatan Komam yang berada di Jalan Poros Tanjung-Kuaro perbatasan antara Kaltim dan Kalsel. Tak sampai disitu, jika mengarah ke Kampung Mului masih harus menerabas hutan dengan mengendarai roda dua dengan waktu 1 jam perjalanan, sehingga bisa dibayangkan betapa besar keikhlasan dan upaya masyarakat adat ini dalam menjaga lingkungannya.
Di samping itu, banyak juga masyarakat adat lainnya di wilayah Indonesia yang berjuang melindungi lingkungan dengan caranya sendiri. Misalnya, membuat ekowisata, menghidupkan tradisi zonasi hutan di Kampung Ciptagelar, dan masih banyak lagi.
Sayangnya, saat ini modernisasi dan urbanisasi membuat masyarakat adat yang tinggal jauh di perkotaan kekurangan generasi mudanya. Oleh karena itu, AMAN juga kerap melakukan sosialisasi dan ajakan bagi para generasi muda masyarakat adat untuk pulang kampung. Dengan adanya para pemuda kreatif, inovatif yang berintegrasi untuk kemajuan daerahnya, maka masyarakat adat masih akan bertahan.
Masyarakat Adat Penting tapi Terpinggirkan
Dari peranan masyarakat adat yang begitu penting baik dalam tatanan sosial, negara dan berkehidupan, eksistensi masyarakat adat belum sepenuhnya terlindungi. Masih ada hal yang diperjuangkan masyarakat adat di seluruh wilayah Indonesia. Sampai bulan Agustus 2022, masih banyak laporan mengenai pelanggaran hak masyarakat adat di berbagai berita. Misalnya saja tentang sengketa hak tanah ulayat yang selalu berkelindan dengan kepentingan komersial baik perorangan maupun korporasi.
Selama ini, perlindungan hak masyarakat adat berdasarkan pada undang-undang lama yang dirasakan masih belum terlalu mendalam dan rinci. Misalnya saja Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan yang menyebutkan secara kolektif masyarakat adat memiliki hak untuk menggunakan dengan bebas tanah dan pihak di luar persekutuan dapat menikmati hasil dengan izin kepala Adat dengan membayar pembayaran sebelum tanah diolah.
Alhasil, saat terjadi benturan kepentingan yang lebih rinci lagi, masih ada ruang kosong yang belum sepenuhnya terlindungi. Lagi-lagi pada akhirnya hak masyarakat adat yang lebih sering termarginalkan. Dari diskusi bareng AMAN, banyak perempuan masyarakat adat yang sengaja terjun paling depan saat ada urusan negosiasi. Kenapa? Jawabannya hanya satu, “Kami perempuan memang sengaja datang setiap ada diskusi, jika tidak suasana panas akan mengakibatkan bentrokan fisik”. Itulah gambaran betapa alotnya perjuangan masyarakat adat setiap kali melayangkan protes mengenai pelanggaran hak masyarakat adat.
Oleh karena itu, penting bagi kita memahami bahwa perjuangan masyarakat adat bukan hanya sekedar mempertahankan kepentingan suatu komunitas saja, tapi juga kepentingan kita untuk generasi selanjutnya. Mereka yang mempertahankan kelestarian alam dari rampasan pihak yang lebih mengutamakan eksploitasi komersil tentunya menjadi oang yang kita andalkan bersama. Bagaimanapun, kita masih membutuhkan keseimbangan alam ini untuk kehidupan anak cucu nanti. Dengan adanya celah bagi perlindungan masyarakat adat, maka kita butuh undang-undang baru yang lebih paripurna. Sebagai individu, kita bisa juga ikut mendukung upaya masyarakat adat dalam #SahkanRUUMasyarakatAdat. Mari beri dukungan terbaik kita agar garda terdepan penjaga bumi ini akan senantiasa dipenuhi haknya secara adil!