Japan · Nature · Review · Traveling

Risaikuru Shoppu: Menjual Barang Sambil Menjaga Bumi

Ada satu momen berkesan manakala saya harus dengan ligat mengepak barang bawaan. Hari itu, waktu dimana saya sudah harus merelakan persinggahan sesaat di Jepang untuk kembali ke Indonesia. Kala itu saya belum berpikir kalau menjual barang ternyata bisa menjaga bumi.

Perkuliahan sudah usai, perhelatan kelulusan juga sudah dilakukan, yang tersisa tinggal sedikit menambah daftar kunjungan ke beberapa tempat yang pada akhirnya mesti dipungkas karena masih banyak barang yang belum ditata ulang ke dalam koper.

Saat itu, saya melihat ke sekeliling kamar yang pada akhirnya menambah pusing. Masih ada bed single size, meja belajar, dan lemari buku. Belum lagi shinkansen railway set untuk keponakan yang gagal beli karena set yang tidak lengkap. Semuanya bisa dikategorikan sampah ketika harus ditinggalkan.

Ultimatum setiap para oyasan (Pemilik properti a.k.a ibu kos) maupun para agen apato selalu sama. Jika kita menerima apato dalam keadaan bersih maka harus ditinggalkan dalam keadaan yang yang sama bersihnya.

Alhasil, melihat meja, kasur dan lemari membuat saya sedikit khawatir karena ketiganya termasuk kategori sampah besar. Setiap kali membuang sampah besar biayanya sekitar 3000 – 9000 yen (400 ribu – 1 Juta rupiah) tergantung ukurannya. Hal ini juga sama saya temukan di Hiroshima. Lumayan bukan?

Namun, dibanding jumlah yang dikeluarkan setiap kali membuang sampah besar, sebetulnya ada upaya yang sangat baik di dalamnya yaitu mengurangi konsumsi barang yang tidak dibutuhkan. Makanya ada banyak sekali warga Jepang khususnya para perantau seperti saya yang menggunakan Risaikuru Shoppu (リサイクルショップ), yakni sebutan untuk toko daur ulang barang bekas. Meskipun, pada kenyataannya ada baaanyak sekali barang bekas yang masih dan sangat layak pakai.

Salah satu toko andalan

Awal Mula Bertumbuhnya Risaikuru Shoppu

Bisa dibilang meskipun Jepang sangat maju dalam hal teknologi, namun untuk urusan ketersediaan ruang sangat minim sekali apalagi untuk tempat pembuangan sampah. Menurut Statista.com, pada tahun 2019 luasnya bahkan berkurang sampai 99,5 hektar kubik akibat tergerus lahan pemukiman maupun perindustrian.

Sehingga, pemerintah Jepang berupaya untuk menekan pembuangan barang ukuran besar seperti TV, kulkas, AC, kasur, kursi, dll. Mungkin dulu pola pikir warganya juga ada yang pembosan dan sangat suka membuang barang walau masih bagus. Sehingga biasanya, sampah tersebut akan menggunung dan sangat susah sekali hancurnya.

Lalu, di tengah-tengah upaya mencari solusi tersebut, toko daur ulang barang bekas menjadi wadah yang paling pas. Meski dibunyikan sebagai toko barang bekas (thrift store/secondhand store), kondisi barang yang diperjualbelikan masih sangat bagus mulai dari barang tanpa merk sampai barang bermerk terkenal tersedia dan terjaga kualitasnya dengan sangat baik.

Jadi jangan heran jika harganya kurang lebih sama dengan harga barang yang baru walau di beberapa kesempatan kita bisa saja beruntung mendapatkan barang bermerk yang jauh harganya di bawah pasar.

Lantas Apa Hubungannya Antara Saya Pindah, Risaikuru Shoppu, dan Menjaga Bumi?

Tentu saja karena toko barang bekas akan selalu membeli barang bekas dari manapun. Maka saat saya terlalu sayang untuk membuang sampah “bagus” tadi, maka saya pun memutuskan untuk mencoba menjual barang berukuran besar maupun kecil ke toko barang bekas.

Selain bisa mendapatkan cuan tambahan, kita juga bisa sekalian melindungi lingkungan dengan cara mengurangi sampah yang berasal dari rumah tangga. Bagaimana cara saya menjual barang sambil menjaga bumi dengan memanfaatkan Risaikuru Shoppu dan tempat terekomendasinya akan saya bahas di postingan selanjutnya. So, stay curious ^^.

Comments